S.M. Kartosoewirjo : Biografi Singkat 1907-1962
Adhe Firmansyah
Adhe Firmansyah
Jogjakarta : Garasi, 2009
184 hlm, 14 X 21 cm
ISBN : 978-979-25-4618-7
“Jika suatu negeri terdapat dua kepala negara, salah satu dari mereka harus menyingkir”
Bila
berbicara mengenai NII ( Negara Islam Indonesia ) maka hal ini tidak
bisa kita lepaskan dari sosok kontroversial dalam sejarah kelam bangsa Indonesia
saat masa perang kemerdekaan. Sosok kontroversial tersebut adalah S.M
Kartosoewirjo, pendiri NII ( Negara Islam Indonesia ) pada tahun
1949 di Jawa Barat tepatnya di desa Cisampah, kecamatan Ciawiligar, Kawedanan
Cisayong, Tasikmalaya ( hal : 64 ). NII ini sebenarnya sudah diproklamasikan
oleh S.M Kartosoewirjo sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945, tetapi
ditarik kembali sesudah ada pernyataan kemerdekaan oleh Soekarno-Hatta (
hal : 32 ). Akibat dari sikapnya ini, Kartosoewirjo sangat menyesal di
kemudian hari. Diantaranya saat terjadinya perjanjian Linggarjati yang
sangat menguntungkan pihak kolonial ( Belanda ) termasuk puncak dari
segala kekecewaan Kartosoewirjo adalah saat terjadinya perjanjian Renville
1948. Yang mana isi perjanjian tersebut adalah TNI harus mengosongkan kantung-kantung
gerilya yang tersebar di wilayah pendudukan Belanda. Artinya
rakyat Jawa Barat harus kehilangan pasukan kebanggannya yakni Divisi
Siliwangi, yang harus “hijrah” ke Jawa Tengah dan
rakyat Jawa Barat dibiarkan berperang sendiri melawan Belanda
oleh pemerintah RI. Menurut Kartosoewirjo, “hijrah”
nya TNI ke Jawa Tengah ini bukanlah hijrah dalam artian secara
Islam, tetapi “lari” dan menuduh kabinet Amir Sjarifuddin
telah menjual daerah pendudukan kepada Belanda. Kartosoewirjo
bersama pasukannya Laskar Hizbullah dan Sabillah tetap bertahan melawan Belanda.
Karena sikapnya ini, banyak sekali rakyat Jawa Barat yang bersimpati
kepada perjuangannya sekaligus sebagai modal awal dalam mendirikan NII.