FIQIH HISAB RUKYAH
Menyatukan NU dan Muhammadiyah
dalam Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri, dan Idul Adha
Hak Cipta @ 2007 pada penerbit Erlangga
Ahmad Izzuddin
Bersatulah Umat Islam Indonesia
Saya
pernah mengalami suatu kejadian yang sebelumnya tidak pernah saya alami. Dimana
saat itu saya masih berstatus pelajar Sekolah Menengah Pertama. Kejadian
tersebut adalah saat perayaan Idul Fitri atau lebih lazimnya
disebut sebagai hari Lebaran. Dimana orang yang bergolongan NU
merayakan Idul Fitri lebih dahulu daripada orang yang menganut
golongan Muhammadiyah. Saya juga heran kenapa antara umat Islam
di Indonesia begitu terpecah saat menentukan awal bulan Syawal.
Kejadian ini pun bahkan pernah terjadi saat pemerintah kolonial Hindia
Belanda masih menjajah Indonesia. Dan puncaknya adalah saat terjadi
perubahan dari Orde Baru ke zaman Reformasi,
seolah-olah perbedaan tersebut begitu kentara sekali dan pemerintah pun dibuat
tidak berdaya dengan alasan kebebasan dalam menentukan sikap atau
pilihan yang diusung dalam Reformasi. Tidak heran bila saat Gus
Dur menjadi Presiden sempat mengeluarkan pernyataan akan
membubarkan Badan Hisab Rukyah Departemen Agama RI, dan persoalan
hisab-rukyah ini akan dikembalikan pada masyarakat ( umat
Islam Indonesia ) ( hal : 59 ).
Sampai sekarang pun ( 2013 ) mungkin
perbedaan tersebut masih saja terjadi. Tidak hanya masalah penentuan awal bulan
Syawal sebagai tanda Idul Fitri, tetapi juga
masalah penentuan awal bulan Ramadhan sebagai awal pelaksanaan
ibadah puasa dan penentuan awal bulan Dzulhijjah sebagai pertanda
hari raya Idul Adha. Untuk mengatasi hal tersebut maka lahirlah
buku yang ditulis oleh saudara Ahmad Izzuddin, yang berisi
sebagian besar adalah bagaimana supaya penentuan dalam menetapkan awal bulan Ramadhan,
Syawal dan Dzulhijjah ini bisa seragam di Indonesia. Buku
yang merupakan sebuah tesis untuk menyelesaikan gelar Magister
saudara Ahmad Izzuddin di IAIN Walisongo
Semarang ini mengupas bagaimana dan melacak sejarah awal tentang penentuan awal
bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah di Indonesia. Sebagain
besar buku ini mewakili dua ormas besar Indonesia, yaitu NU dengan
menggunakan metode Rukyah dan Muhammadiyah dengan
menggunakan metode Hisab dalam menentukan awal bulan Ramadhan,
Syawal maupun Dzulhijjah. Buku ini juga baik untuk
menjadi pegangan bagi mereka yang ingin mengetahui bagaimana sebenarnya kedua
ormas besar tersebut dalam menentukan sikap misalnya dalam menentuka awal bulan
Ramadhan maupun Syawal. Jadi masyarakat bisa
memahami agar perbedaan tersebut disikapi dengan kepala dingin. Karena buku ini
adalah buku tesis tentu buku ini juga dilengkapi dengan catatan kaki dan daftar
pustaka sebagai sumber referensi yang lengkap dan terpercaya. Tidak hanya
mengupas sejarah awal bagaimana NU menganut prinsip Rukyah
dan Muhammadiyah menganut Hisab, juga bagaimana
peran Pemerintah RI dalam usahanya menyatukan Hisab-Rukyah
yang dikenal sebagai mazhab imkan al ru’yah dengan format kekuasaan istbat
pada pemerintah sebagai satu kesatuan utuh supaya tidak lagi terjadi perbedaan
yang berkepanjangan. Tidak lupa juga bagaimana penanggalan Jawa
yang dibuat pertama kali oleh Raja Aji Saka ( 78 M ) dan
disempurnakan lagi oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo ( 1633 ) pun
juga turut dibahas bagaimana penanggalan Jawa juga bisa dijadikan
acuan untuk menentukan awal Ramadhan, Syawal, maupun Dzulhijjah.
Tapi sayangnya penanggalan Jawa ini hanya digunakan oleh sebagian
masyarakat kejawen.
EmoticonEmoticon